2013/09/14

Sumber ajaran islam

Sebagaimana yang telah diketahui bahwa ajaran Islam ini adalah ajaran yang paling sempurna, karena memang semuanya ada dalam Islam, mulai dari urusan yang paling kecil sampai urusan negara, Islam telah memberikan petunjuk di dalamnya. Allah berfirman, “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam menjadi agama bagimu.” (Al-Maidah: 3)

Bukti kesempurnaan Islam itu tercermin dari ajaran dan tuntunan kehidupan yang komprehensif dan bersumber dari kebenaran wahyu. Agama Islam memiliki aturan-aturan sebagai tuntunan hidup manusia, baik dalam hubungan dengan sang khaliq Allah SWT (hablu minawallah) maupun hubungan dengan manusia yang lainnya (hablu minannas). Tuntunan itu digariskan sebagai sebuah jalan keselamatan yang berdiri kokoh atas dasar ajaran yang diwahyukan Allah kepada Rasul-Nya.

Di kalangan ulama terdapat kesepakatan bahwa sumber ajaran Islam yang utama adalah Alquran dan Al-Sunnah. Sumber ajaran lainnya yaitu  ijtihad yang dipandang sebagai sebuah proses penalaran atau akal pikiran yang digunakan untuk memahami Alquran dan Al-Sunnah. Dalil tentang sumber ajaran Islam tersebut tersurat dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Mu’adz bin Jabal. Hadits itu banyak diterjemahkan sebagai berikut:

Dari Muadz : Sesungguhnya Rasulullah  saw mengutus Muadz ke Yaman, beliau bersabda, “.Bagaimana anda nanti memberikan keputusan ?”. “Aku memberi keputusan dengan kitabullah”. “Bagaimana kalau tidak ada dalam kitabullah?”. “Maka dengan sunah Rasulullah saw.” “Bagaimana kalau tidak ada dalam sunah Rasulullah?.”  “Aku berusaha dengan ra’yu ku dan aku tidak akan menyerah.”. Lalu Rasulullah menepuk dadanya dan bersabda, “segala puji bagi Allah  yang  telah membimbing utusan Rasulullah”



1.   Al Qur’an



Ditinjau dari segi kebahasaan (etimologi), Al-Qur’an berasal dari bahasa Arab yang berarti “bacaan” atau “sesuatu yang dibaca berulang-ulang”. Kata Al-Qur’an adalah bentuk kata benda (masdar) dari kata kerja qara’a yang artinya membaca. Konsep pemakaian kata ini dapat juga dijumpai pada salah satu surat Al Qur’an, yaitu:

“Sesungguhnya mengumpulkan Al-Qur’an (di dalam dadamu) dan (menetapkan) bacaannya (pada lidahmu) itu adalah tanggungan Kami. (Karena itu,) jika Kami telah membacakannya, hendaklah kamu ikuti bacaannya”.(QS 75:17-18)



Secara terminologi, Dr. Dawud Al-Attar (1979) mendefinisikan Al-Qur’an sebagai wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad secara lisan, makna serta gaya bahasanya yang tertulis dalam kitab yang ditulis secara mutawattir. Definisi di atas mengandung beberapa kekhususan sebagai berikut:



      Seluruh ayat Al-Qur’an adalah wahyu Allah; tidak ada satu pun yang datang dari perkataan atau pikiran Nabi Muhammad

      Al-Qur’an diturunkan dalam bentuk lisan dengan makna dan gaya bahasanya. Artinya isi maupun redaksi Al-Qur’an datang dari Allah sendiri.

      Al-Qur’an dinukilkan secara mutawattir, artinya Al-Qur’an disampaikan kepada orang lain secara terus menerus oleh sekelompok orang yang tidak mungkin bersepakat untuk berdusta karena banyaknya jumlah dan berbeda-beda tempat tinggal mereka.



Al-Qur’an sebagai wahyu diturunkan secara berangsur-angsur selama 23 tahun. Oleh para ulama membagi masa turun ini dibagi menjadi 2 periode, yaitu periode Mekkah dan periode Madinah. Periode Mekkah berlangsung selama 13 tahun masa kenabian Rasulullah SAW dan surat-surat yang turun pada waktu ini tergolong surat Makkiyyah. Sedangkan periode Madinah yang dimulai sejak peristiwa hijrah berlangsung selama 10 tahun dan surat yang turun pada kurun waktu ini disebut surat Madaniyah. Al-Qur’an terdiri dari 30 Juz, 114 surat dan 6666 ayat. Ayat-ayat Al-Qur’an yang turun pada periode Mekkah sebanyak 4.780 ayat yang tercakup dalam 86 surat, dan pada periode Madinah sebanyak 1.456 ayat yang tercakup dalam 28 surat.



Selain Al-Qur’an, wahyu Allah ini diberi nama-nama lain oleh Allah, sebagaimana termaktub dalam ayat-Nya, yaitu:

        Al-Kitab, berarti sesuatu yang ditulis (QS. Ad-Dukhan: 2)

Di dalam nama ini terkandung isyarat perintah agar firman Allah itu ditulis nabi serta mengandung prediksi bahwa Al-Qur’an akan menjadi kitab abadi yang dapat dibaca manusia.

        Al-Kalam, berarti ucapan (QS. At-Taubah: 6)

Nama ini menunjukkan bahwa Al-Qur’an seluruhnya ucapan Allah. Dalam kaitan ini terkandung jaminan bahwa Al-Qur’an itu suci dan seluruh ayatnya datang dari Allah yang Maha Suci dan Maha Benar.

        Az-Zikra, berarti peringatan (QS. Al-Hijr: 9)

Nama ini menunjukkan fungsi Al-Qur’an selaku motivator amal, yaitu agar manusia beramal baik dan konsisten dengan kebajikan lantaran amal perbuatan manusia akan diminta pertanggungjawaban kelak di hari pembalasan.

        Al-Qasas, beraryi cerita-cerita (QS. Ali Imran, 62)

Al-Qur’an membawa cerita nyata tentang masyarakat masa silam bahkan sejak kejadian pertama kali. Kenyataan ini membenarkan pernyataan bahwa Al-Qur’an adalah kitab suci tertua

        Al-Huda, berarti petunjuk (QS. At-Taubah: 33)

Nama ini menunjukkan fungsi Al-Qur’an sebagai petunjuk yang hanya dengannya manusia dapat mencapai keridaan Allah.

        Al-Furqan, berarti pemisah/pembeda (QS. Al-Furqan: 1)

Sebagai pedoman hidup dan kehidupan manusia, Al-Qur’an menyajikan norma dan etika secara jelas, tegas, dan tuntas terutama soal kebaikan dan keburukan.

        Al-Mau’izah, berarti nasihat (QS. Yunus: 57)

Meskipun di sana sini terdapat peringatan dan ancaman, namun secara umum gaya penyampaian Al-Qur’an amat halus. Semakin didekati Al-Qur’an semakin menjadi teman dialog dengan nasihat-nasihatnya yang menyejukkan.

        As-Syifa, berarti obat atau penawar jiwa (QS. Al-Isra: 82)

Sesungguhya akar problematika manusia terletak di dalam dadanya. Dan Al-Qur’an memberi solusi atas problematika manusia itu melalui akarnya. Ia menembus dada manusia dan menghujam hatinya.

        An-Nur, berarti cahaya (QS. An-Nisa: 174)

Nama ini mengisyaratkan Al-Qur’an sebagai cermin yang mewadahi sinar yang terpancar dari Sang Sumber Cahaya, Allah SWT. Al-Qur’an memantulkan cahaya-Nya dan karenanya ia mampu menembus hati manusia.

        Ar-Rahman, berarti karunia (QS. An-Naml: 77)

Segala pemberian Allah akan menjadi rahmat di dunia dan akhirat, ketika pemberian itu diterima, dijalani, dan dikembangkan dengan landasan Al-Qur’an.



Isi Al-Qur’an mencakup dan menyempurnakan pokok- pokok ajaran dari kitab-kitab Allah SWT yang terdahulu (Taurot, Injil, dan Zabur). Sebagian ulama mengatakan, bahwa Al-Qur’an mengandung tiga pokok ajaran: a) keimanan; b) akhlak danbudi pekerti; dan c) aturan tentang pergaulan hidup sehari-hari antar sesama manusia. Sebagian ulama yang lain berpendapat, bahwa Al-Qur’an berisi dua peraturan pokok: a) peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT; dan b) peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan sesamanya, dan dengan alam sekitarnya.



Kandungan ayat-ayat Al-Qur’an berdasarkan periode penurunannya, menurut Harun Nasution, dapat dibagi ke dalam bagian-bagian besar berikut ini:

Ayat-ayat mengenai dasar-dasar keyakinan atau credo dalam Islam, yang kemudian melahirkan teologi
Ayat-ayat mengenai soal hukum yang melahirkan ilmu hukum Islam
Ayat-ayat mengenai soal pengabdian kepada Tuhan yang membawa ketentuan-ketentuan tentang ibadah dalam Islam
Ayat-ayat mengenai budi pekerti luhur yang melahirkan etika Islam
Ayat-ayat mengenai dekat dan rapatnya hubungan manusia dengan Tuhan yang kemudian melahirkan mistisisme Islam
Ayat-ayat mengenai tanda-tanda dalam alam yang menunjukkan adanya Tuhan, yang membicarakan soal kejadian alam di sekitar manusia. Ayat-ayat yang serupa ini menumbuhkan pemikiran filosofis dalam Islam
Ayat-ayat mengenai hubungan golongan kaya dengan golongan msikin, dan ini membawa pada ajaran-ajaran sosiologis dalam Islam
Ayat-ayat yang ada hubungannya dengan sejarah terutama mengenai nabi-nabi dan umat mereka, sebelum Nabi Muhammad SAW. dan umat-umat lainnya yang hancur karena keangkuhan mereka. Dari ayat-ayat ini dapat diambil pelajaran.
Ayat-ayat mengenai hal-hal lainnya.






2.   Assunnah

Kata Sunnah adalah salah satu kosa kata bahasa Arab سنة (sunnah). Secara bahasa, kata السنة (al-sunnah) berarti perjalanan hidup yang baik atau yang buruk. Pengertian di atas didasarkan kepada Hadîts Nabi Saw yang diriwayatkan oleh Muslim sebagai berikut:

Artinya: “Barangsiapa membuat sunnah yang baik maka dia akan memperoleh pahalanya dan pahala orang yang mengamalkannya sesudahnya tanpa mengurangi pahalanya sedikitpun. Barang siapa membuat sunnah yang buruk  maka dia akan memperoleh dosanya dan dosa orang yang mengamalkannya sesudahnya tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun.”

As Sunnah menurut jumhur ahli hadits adalah sama dengan hadits yaitu: “Apa-apa yang diriwayatkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam baik berbentuk ucapan, perbuatan, ketetapan, dan sifat baik khalqiyah (bentuk) atau khuluqiyah (akhlak).

Dilihat dari hierarki sumber hukum Islam, As-Sunnah menempati tempat kedua setelah Al-Qur’an. Penempatan ini disebabkan karena perbedaan sifat di antara keduanya. Dilihat dari segi kualitas periwayatannya al-Qur’an bersifat relative. Al-Syatibi menyatakan bahwa As-Sunnah sebagai penjelas dan penjabar Al-Qur’an.

Dalam hubungan dengan Al-Qur’an, maka As-Sunnah berfungsi sebagai penafsir, pensyarah, dan penjelas daripada ayat-ayat tertentu. Apabila disimpulkan tentang fungsi As-Sunnah dalam hubungan dengan Al-Qur’an itu adalah sebagai berikut :

Bayan Tafsir
yaitu menerangkan ayat-ayat yang sangat umum, mujmal dan musytarak. Seperti hadits : “Shallu kamaa ro-aitumuni ushalli” (Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihatku shalat) adalah merupakan tafsiran daripada ayat Al-Qur’an yang umum, yaitu : “Aqimush-shalah” (Kerjakan shalat). Demikian pula hadits: “Khudzu ‘anni manasikakum” (Ambillah dariku perbuatan hajiku) adalah tafsir dari ayat Al-Qur’an “Waatimmulhajja” ( Dan sempurnakanlah hajimu ).

Bayan Taqrir
yaitu As-Sunnah berfungsi untuk memperkokoh dan memperkuat pernyataan Al-Qur’an. Seperti hadits yang berbunyi: “Shoumu liru’yatihiwafthiru liru’yatihi” (Berpuasalah karena melihat bulan dan berbukalah karena melihatnya) adalah memperkokoh ayat Al-Qur’an dalam surat Al-Baqarah : 185.

Bayan Taudhih,
yaitu menerangkan maksud dan tujuan sesuatu ayat Al-Qur’an, seperti pernyataan Nabi : “Allah tidak mewajibkan zakat melainkan supaya menjadi baik harta-hartamu yang sudah dizakati”, adalah taudhih (penjelasan) terhadap ayat Al-Qur’an dalam surat at-Taubah: 34, yang artinya sebagai berikut : “Dan orang-orang yang menyimpan mas dan perak kemudian tidak membelanjakannya dijalan Allah maka gembirakanlah mereka dengan azab yang pedih”. Pada waktu ayat ini turun banyak para sahabat yang merasa berat untuk melaksanakan perintah ini, maka mereka bertanya kepada Nabi yang kemudian dijawab dengan hadits tersebut.



3. Ijtihad

Secara etimologi, kata ijtihad terbentuk dari kata dasar  jahada  yang berarti seseorang telah mencurahkan segala kemampuannya untuk memperoleh hakikat sesuatu. Sedangkan menurut istilah dalam ilmu fiqih, ijtihad berarti mengarahkan tenaga dan fikiran dengan sungguh-sungguh untuk menyelidiki dan mengeluarkan (mengistimbatkan) hukum-hukum yang terkandung dalam Al-Qur’an dan hadits dengan syarat-syarat tertentu.

Ijtihad mengandung pengertian bahwa mujtahid mengerahkan kemampuannya. Artinya mencurahkan kemampuan seoptimal mungkin sehingga ia merasakan bahwa dirinya tidak sanggup lagi melebihi dari tingkat itu.

Adapun syarat-syarat menjadi mujtahid adalah:



Memahami al-Qur’an dan asbab an-nuzulnya serta ayat-ayat nasikh dan mansukh.
Memahami hadits dan sebab-sebab wurudnya serta memahami hadits nasikh dan mansukh
Mempunyai pengetahuan yang mendalam tentang bahasa Arab
Mengetahui tempat-tempat ijtihad
Mengetahui ushul fiqih
Memahami masyarakat dan adat istiadat dan bersifat adil dan taqwa.


Objek ijtihad adalah perbuatan yang secara eksplisit tidak terdapat dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Hal ini memberi pengertian bahwa suatu perbuatan yang hukumnya telah ditunjuk secara jelas, tegas, dan tuntas oleh ayat-ayat Al-Qur’an dan As-Sunnah tidak termasuuk objek ijtihad. Reaktualisasi hukum atas sesuatu perbuatan tertentu yang telah diatur secara final oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah termasuk kategori perubahan dan pergantian alias penyelewengan dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.



Ijtihad perlu dilakukan oleh umat Islam dalam perjuangannya untuk mencapai suatu tujuan kebaikan dan kebenaran, mengingat pentingnya ijtihad sebagai sarana mengelola dinamika masyarakat. Tradisi ijtihad terus berkembang, dan mengalami masa keemasannya pada abad ke-2 sampai abad ke-4 H. Yang paling banyak dilakukan pada masa tersebut muncullah nama-nama mujtahid besar, yang kemudian dikenal dengan iman-imam madzhab seperti imam hanafi, imam syafi’i, imam hambali dan lain-lain.



Harun Nasution dalam bukunya “Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya” menjelaskan bahwa periode ijtihad dan kemajuan bersamaan masanya dengan periode kemajuan Islam I, 700 – 1000M. Periode ini disebut juga periode pengumpulan hadis, ijtihad dan fatwa sahabat dan tabi’in (generasi sesudah sahabat). Sesuai dengan bertambah luasnya daerah Islam, berbagai macam bangsa masuk Islam dengan membawa berbagai macam adat istiadat, tradisi dan sistem kemasyarakatan. Problema hukum yang dihadapi beragam pula. Untuk mengatasinya ulama-ulama banyak mengadakan ijtihad. Ijtihad mereka didasarkan atas Al-Qur’an, sunnah Nabi dan sunnah sahabat. Dengan demikian timbullah ahli-ahli hukum mujtahid yang disebut imam atau faqih (fuqaha) dalam Islam



Aktifitas ijtihad di satu pihak mengembangkan ilmu pengetahuan yang luas dan membuka ruang bagi dinamika masyarakat yang sepi, tetapi dipihak lain ijtihad itu menimbulkan perbedaan pendapat yang tajam.



Maka sesudah abad ke-4 H munculah wacana untuk menutup ijtihad dengan anggapan bahwa hasil-hasil kajian ilmu yang dilakukan sampai masa itu sudah cukup untuk menjawab berbagai masalah yang timbul kemudian. Apalagi pada masa itu tidak ada lagi mujahid besar selain keempat imam yang mampu menjadi lokomotif untuk menggerakkan gerbang pembawa gerakan ijtihad. Ada ulama terkemuka yaitu Ibnu Taimiyah (611-728 H) yang mendobrak kebekuan dengan suaranya yang keras untuk membuka kembali pintu ijtihad.




Ijtihad dipandang sebagai aktivitas penelitian ilmiah karena itu bersifat relative. Relativitas ijitihad ini menjadikannya sebagai sumber nilai yang bersifat dinamis. Pintu ijtihad selalu terbuka, termasuk membuka kembali hukum-hukum fikih yang merupakan produk ijtihad lama. Dr. Yusuf Qardhawi menyatakan bahwa terdapat dua agenda besar ijtihad yang dituntut oleh peradaban modern dewasa ini, yakni ijtihad di bidang hubungan keuangan dan ekonomi serta bidang ilmu pengetahuan. Satu hal yang disepakati para ulama bahwa ijtihad tidak boleh berlaku bagi perumusan hukum aktifitas ibadah formal kepada Allah, seperti sholat. Sebab ibadah formal  merupakan hak Allah. Allah sendiri yang memiliki hak untuk menentukan macam dan cara ibadah kepada-Nya. Tata ibadah formal telah dicontohkan secara final oleh Rasulullah.

2013/09/13

kurt Lewin

           Dalam dunia ilmu komunikasi kurt lewin terkenal sebagai ahli psikologi. Beliau lahir pada tanggal 9 september 1890 di Prusia, daerah dosen. Ia adalah anak kedua dari empat bersaudara dan ia menyelesaikan sekolah menengahnya di Berlin tahun 1905 kemudian ia masuk Universitas di Freiburg. Ia bergabung dengan Universitas di Freiburg bermaksud ingin belajar Ilmu Kedokteran namun setelah satu semester ia melepas ilmu Kedokteranya dan beralih ke jurusan Psikologi di Universitas tersebut. Setelah ia meraih gelar doktornya pada tahun 1914, ia bertugas di ketentaraan Jerman selama empat tahun. Pada akhir perang ia kembali ke Berlin sebagai instruktur dan asisten penelitian pada lembaga Psikologi.
            Kurt Lewin menghabiskan sisa sisa hidupnya di Amerika Serikat. Ia adalah profesor dalam bidang psikologi anak-anak pada Universitas Cornell selama dua tahun (1933-1935) sebelum dipanggil ke Universitas negeri Iowa sebagai profesor psikologi pada Badan Kesejahteraan Anak. Pada tahun 1945, Lewin menerima pengangkatan sebagai profesor dan direktur Pusat Penelitian untuk dinamika kelompok di Institut Teknologi Massachussetts. Pada waktu yang sama, ia menjadi direktur dari Commission of Community Interrelation of The Amerika Jewish Congress, yang aktif melakukan penelitian tentang masalah masalah kemasyarakatan. Ia meninggal secara mendadak karena serangan jantung di Newton Ville, Massachussetts, pada tanggal 9 Februari 1947 pada usia 56 tahun.
            Lewin mempunyai konsep yang hingga saat ini terkenal yaitu teori medan. Bagi ia, teori medan bukan suatu sistem psikologi baru yang terbatas pada suatu isi yang khas. teori medan merupakan sekumpulan konsep dengan dimana seseorang dapat menggambarkan kenyataan psikologis. Konsep konsep ini harus cukup luas untuk dapat diterapkan dalam semua bentuk tingkah laku, dan sekaligus juga cukup spesifik untuk menggambarkan orang tertentu dalam suatu situasi konkret. Lewin juga menggolongkan teori medan sebagai “suatu metode untuk menganalisis hubungan hubungan kausal dan untuk membangun konstruk-konstruk ilmiah”
Ciri ciri utama dari teori Lewin, yaitu :
1. Tingkah laku adalah suatu fungsi dari medan yang ada pada waktu tingkah laku itu terjadi
2. Analisis mulai dengan situasi sebagai keseluruhan dari mana bagian bagian komponennya dipisahkan
3. Orang yang kongkret dalam situasi yang kongkret dapat digambarkan secara matematis.
Konsep konsep teori medan telah diterapkan Lewin dalam berbagai gejala psikologis dan sosiologis, termasuk tingkah laku bayi dan anak anak , masa adolsen , keterbelakangan mental, masalah masalah kelompok minoritas, perbedaan perbedan karakter nasional dan dinamika kelompok.
Dibawah ini kita akan membahas Teori Lewin tentang struktur, dinamika dan perkembangan kepribadian yang dikaitkan dengan lingkungan psikologis, karena orang orang dan lingkungannya merupakan bagiab bagian ruang kehidupan (life space) yang saling tergantung satu sama lain. Life space digunakan Lewin sebagai istilah untuk keseluruhan medan psikologis.

B. Struktur Kepribadian
Menurut Lewin sebaiknya menggambarkan pribadi itu dengan menggunakan definisi konsep-konsep struktural secara spasial. Dengan cara ini , Lewin berusaha mematematisasikan konsep-konsepnya sejak dari permulaan. Matematika Lewin bersifat non-motris dan menggambarkan hubungan-hubungan spasial dengan istilah-istilah yang berbeda. Pada dasarnya matematika Lewin merupakan jenis matematika untuk menggambarkan interkoneksi dan interkomunikasi antara bidang bidang spasial dengan tidak memperhatikan ukuran dan bentuknya.
Pemisahan pribadi dari yang lain-lainnya di dunia dilakukan dengan menggambarkan suatu figur yang tertutup. Batas dari figur menggambarkan batas batas dari entitas yang dikenal sebagai pribadi. Segala sesuatu yang terdapat dalam batas itu adalah P (pribadi): sedangkan segala sesuatu yang terdapat di luar batas itu adalah non-P.
Selanjutnya untuk melukiskan kenyataan psikologis ialah menggambar suatu figur tertutup lain yang lebih besar dari pribadi dan yang melingkupnya. Bentuk dan ukuran figur yang melingkupi ini tidak penting asalkan ia memenuhi dia syarat yakni lebih besar dari pribadi dan melingkupimya. Figur yang baru ini tidak boleh memotong bagian dari batas lingkaran yang menggambarkan pribadi.
Lingkaran dalam elips ini bukan sekedar suatu ilustrasi atau alat peraga, melainkan sungguh-sungguh merupakan suatu penggambaran yang tepat tentang konsep-konsep struktural yang paling umum dalam teori Lewin, yakni pribadi, lingkungan psikologis dan ruang hidup.
a. Ruang Hidup
Ruang hidup mengandung semua kemungkinan fakta yang dapat menentukan tingkah laku individu. Ruang hidup meliputi segala sesuatu yang harus diketahui untuk memahami tingkah laku kongkret manusia individual dalam suatu lingkungan psikologis tertentu pada saat tertentu. Tingkah laku adalah fungsi dari ruang hidup.
Secara matematis : TL = f( RH)
Fakta fakta non psikologis dapat dan sungguh sungguh mengubah fakta fakta psikologis. Fakta fakta dalam lingkungan psikologis dapat juga menghasilkan perubahan perubahan dalam dunia fisik. Ada komunikasi dua arah antara ruang hidup dan dunia luar bersifat dapat ditembus (permeability), tetapi dunia fisik (luar) tidak dapat berhubungan langsung dengan pribadi karena suatu fakta harus ada dalam lingkungan psikologis sebelum mempengaruhi/dipengaruhi oleh pribadi.
b. Lingkungan Psikologis
Meskipun pribadi dikelilingi oleh lingkungan psikologisnya, namun ia bukanlah bagian atau termasuk dalam lingkungan tersebut. Lingkungan Psikologis berhenti pada batas pinggir elips, Tetapi batas antara pribadi dan lingkungan juga bersifat dapat ditembus. Hal ini berarti fakta fakta lingkungan dapat mempengaruhi pribadi.

Secara matematis : P = f (LP)
Dan fakta fakta pribadi dapat mempengaruhi lingkungan.
Secara matematis : LP = f (LP)
c. Pribadi
Menurut Lewin, pribadi adalah heterogen, terbagi menjadi bagian bagian yang terpisah meskipun saling berhubungan dan saling bergantung. Daerah dalam personal dibagi menjadi sel sel. Sel sel yang berdekatan dengan daerah konseptual motor disebut sel sel periferal ;p; sel sel dalam pusat lingkaran disebut sel sel sentral,s.
Sistem motor bertidak sebagai suatu kesatuan karena biasanya lahannya dapat melakukan suatu tindakan pada satu saat. Begitu pula dengan sistem perseptual artinya orang hanya dapat memperhatikan dan mempersepsikan satu hal pada satu saat. Bagian bagian tersebut mengadakan komunikasi dan interdependen; tidak bisa berdiri sendiri.

C. Dinamika Kepribadian
Konsep-konsep dinamika pokok dari Lewin yakni kebutuhan energi psikis, tegangan , kekuatan atau vektor dan valensi. Konstruk konstruk dinamik ini menentukan lokomosi khusus dari individu dan cara ia mengatur struktur lingkungannya, Lokomosi dan perubahan perunahan struktur berfungsi mereduksikan tegangan dengan cara memuaskan kebutuhan. Suatu tegangan dapat direduksikan dan keseimbanagan dipulihkan oleh suatu lokomosi substitusi. Proses ini menuntut bahwa dua kebutuhan erat bergantungan satu sama lain sehingga pemiasan salah satu kebutuhan adalah melepaskan tegangan dari sistem kebutuhan lainnya.
Akhirnya, tegangan dapat direduksikan dengan lokomosi lokomosi murni khayalan. Seseorang yang berkhayal bahwa ia telah melakukan suatu perbuatan yang sulit atau menempati suatu jabatan yang tinggi mendapat semacam kepuasan semu dari sekedar berkhayal tentang keberhasilan.
Dinamika kepribadian menrut Kurt Lewin:
1. Enerji
Menurut Lewin manusia adalah system energi yang kompleks. Energi muncul dari perbedaan tegangan antar sel atau antar region. Tetapi ketidakseimbangan dalam tegangan juga bias terjadi antar region di system lingkungan psikologis.
2. Tegangan
Tegangan ada dua yaitu tegangan yang cenderung menjadi seimbang dan cenderung untuk menekan bondaris system yang mewadahinya.
3. Kebutuhan

Menurut Lewin kebutuhan itu mencakup pengertian motif, keinginan dan dorongan. Menurut Lewin kebutuhan ada yang bersifat spesifik yang jumlahnya tak terhingga, sebanyak keinginan spesifik manusia.
Tindakan (Action)
Disini dibutuhkan dua konsep dalam tindakan yang bertujuan didaerah lingkungan psikologis.
Valensi
Adalah nilai region dari lingkungan psikologis bagi pribadi. Region dengan valensi positif dapat mengurangi tegangan pribadi, akantetapi region dengan valensi negative dapat meningkatkan tegangan pribadi (rasa takut).
Vektor
Tingkah laku atau gerak seseorang akan terjadi kalau ada kekuatan yang cukup yang mendorongnya. Meminjam dari matematika dan fisika, Lewin menyebut kekuatan itu dengan nama Vektor. Vektor digambar dalam ujud panah, merupakan kekuatan psikologis yang mengenai seseorang, cenderung membuatnya bergerak ke arah tertentu. Arah dan kekuatan vektor adalah fungsi dari valensi positif dan negatif dari satu atau lebih region dalam lingkungan psikologis. Jadi kalau satu region mempunyai valensi positif (misalnya berisi makanan yang diinginkan), vektor yang mengarahkan ke region itu mengenai lingkaran pribadi. Kalau region yang kedua valensinya negatif (berisi anjing yang menakutkan), vektor lain yang mengenai lingkaran pribadi mendorong menjauhi region anjing. Jika beberapa vektor positif mengenai dia, misalnya, jika orang payah – dan lapar – dan makanan harus disiapkan, atau orang harus hadir dalam pertemuan penting – dan tidak punya waktu untuk makan siang, hasil gerakannya merupakan jumlah dari semua vektor. Situasi itu Bering melibatkan konflik, topik yang penelitiannya dimulai oleh Lewin dan menjadi topik yang sangat Iuas dari Miller dan Dollard.
Lokomosi


Lingkaran pribadi dapat pindah dari satu tempat ketempat lain di dalam daerah lingkungan psikologis. Pribadi pindah ke region yang menyediakan pemuasan kebutuhan pribadi-dalam, atau menjauhi region yang menimbulkan tegangan pribadi-dalam. Perpindahan lingkaran pribadi itu disebut lokomosi (locomotion). Lokomosi bisa berupa gerak fisik, atau perubahan fokus perhatian. Dalam kenyataan sebagian besar lokomosi yang sangat menarik perhatian psikolog berhubungan dengan perubahan fokus persepsi dan proses atensi.

Harold lasswell

Harold Dwight lasswell yang akrab disapa lasswel merupakan salah satu pelopor teori komunikasi. Beliau lahir pada tanggal 13 februari 1902, sosok yang sangat terkenal dalam dunia ilmu komunikasi karena komentarnya pada teori komunikasi yaitu “Who says what, to whom, to which channel and with what effect” . lasswell adalah anggota dari Chicago school of sociology dan seorang profesor Chicago school of sociology di Yale University selain itu beliau juga adalah Presiden Asosiasi Ilmu Politik Amerika (APSA) dan Akademi Seni dan Sains Dunia (WAAS). Menurut Gabriel almond, lasswell termasuk kedalam peringkat inovator-inovator kreatif dalam ilmu-ilmu sosial di abad kedua puluh. 
Menurut saya komunikasi yang dimaksud beliau yang saya tangkap adalah proses penyampaian pesan dari seorang komunikator kepada seorang komunikan melaui media komunikasi tertentu untuk menghasilkan efek tertentu.
Teori lasswell mendorong munculnya kajian politik yang didasari pada aspek perilaku. Rumusan Lasswell kemudian menjadi paradigma dominan dalam menentukan lingkup dan masalah atas penelitian komunikasi di Amerika.
Model tersebut diinterpretasikan untuk memfokuskan kajian komunikasi pada pengaruh media. Sumbangan Lasswell pada metodologi analisis isi membantu pemahaman tentang propaganda yang dilakukan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam Perang Dunia kedua, tetapi analisis isi tersebut juga membantu untuk menciptakan propaganda.
Pada tahun 1926, Harold Lasswell menulis disertasinya yang berjudul PropagandaTechnique in the World War‖ yang menyebutkan sejumlah program propaganda yang bervariasi mulai dari konsep sebagai strategi komunikasi politik, psikologi audiens, dan manipulasi symbolyang diambil dari teknis propaganda yang dilakukan oleh Jerman, Inggris, Perancis danAmerika"Propaganda adalah ekspresi dari pendapat atau tindakan yang dilakukan dengan sengaja oleh individu atau kelompok dengan maksud untuk mempengaruhi pendapat atau tindakan orang lain atau kelompok untuk tujuan-tujuan yang telah ditentukan melalui manipulasi psikologis"
Lasswell sendiri memberikan definisi atas propaganda sebagai manajemen dari tingkah lakukolektif dengan cara memanipulasi sejumlah symbol signifikan‖. Untuknya definisi ini tidak mengandung nilai baik atau buruk, dan penilaiannya sangat bergantung pada sudut pandangorang yang menggunakannya.
Sumbangan pemikiran Lasswel dalam kajian teori komunikasi massa adalah identifikasi yangdilakukannya terhadap tiga fungsi dari komunikasi massa. Pertama adalah kemampuankemampuan media massa memberikan informasi yang berkaitan dengan lingkungan di sekitarkita, yang dinamakannya sebagai surveillance. Kedua, adalah kemampuan media massamemberikan berbagai pilihan dan alternatif dalam penyelesaian masalah yang dihadapi
masyarakat, yang dinamakanya sebagai fungsi correlation. Ketiga adalah fungsi media massadalam mensosialisasikan nilai-nilai tertentu kepada masyarakat, yang dalam terminologi Laswelldinamakan sebagai transmission, Dalam perkembangannya, Charles Wright menambahkan fungsi keempat yaitu entertainment, di manakomunikasi massa dipercaya dapat memberi pemenuhan hiburan bagi para konsumen dengan dikontrol oleh para produsen
Ada beberapa hasil karya besar yang ditorehkan oleh lasswell :
 Propaganda Technique in the World War (1927; Reprinted with a new introduction, 1971)
Psychopathology and Politics, (1930; reprinted, 1986)
World Politics and Personal Insecurity (1935; Reprinted with a new introduction, 1965)
Politics: Who Gets What, When, How (1936)
"The Garrison State" (1941)

Power and Personality (1948)